Senin, 16 Mei 2011

SEMUA DIMULAI DARI KATA SAYA

Siap atau tidak siap kita akan selalu menghadapi kata-kata "kepadatan" dalam setiap lingkup hidup kita di dunia, terutama di ibukota kita tercinta, Jakarta. Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia dengan luas hampir 750km2. jumlah penduduknya mendekati angka 10juta orang. jika di rata-rata, setiap penduduk masih dapat ruang sekitar 13,3m2/orang. belum lagi di hari kerja, jumlah penduduk "dadakan" bertambah lagi yang datang dari 'pinggiran' Jakarta, seperti Bekasi, Bogor & Tangerang. jumlah kendaraan bermotor di jakarta sepanjang tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 14,61 persen untuk motor dan 6,73 persen untuk mobil. 
Dari data Polda Metro Jaya, jumlah kendaraan yang terdaftar melalui surat tanda nomor kendaraan (STNK) pada 2007 tercatat sekitar 5,9 juta unit. dengan asumsi 70 persen kendaraan di jalanan, maka sudah terdapat 4,1 juta unit kendaraan dengan luas kendaraan di jalan 27,8 juta meter persegi. sementara luas jalan di Ibukota, cenderung stagnan sekitar 40,07 juta meter persegi. jika mengacu pertumbuhan rata-rata kendaraan dalam lima tahun (periode 2002-2006) tetap 9,5 persen per tahun dan penambahan luas jalan 0,01 persen per tahun. maka di 2011, jumlah kendaraan dari STNK akan mencapai 8,5juta unit, di mana 5,9juta unit (70 persen) beredar di jalanan. menghasilkan, luas kendaraan di jalan mencapai 40,1 juta meter persegi sementara luas jalan hanya 40,09 juta meter persegi.
Bisa dibayangkan dengan jumlah seperti itu, luas jalan sudah minus (-). jadi bisa dipastikan tidak ada ruang sedikitpun untuk bergerak. menyeramkan bukan! belum lagi dengan disiplin berlalu lintas 
yang sangat minim, (saya tebalkan) SANGAT MINIM. bisa dibayangkan (lagi) betapa semrawutnya kondisi lalu lintas yang akan terjadi.
Kenapa sangat sulit membatasi jumlah kendaraan di Indonesia, terutama Jakarta? banyak hal yang membayang-bayangi program pembatasan kendaraan bermotor, yang saat ini banyak menjadi wacana publik, antara lain:
1. pemerintah yang kurang PEKA terhadap situasi dan kondisi tata ruang kota. pembatasan kendaraan bermotor sangat diperlukan jika ruang untuk kendaraan tidak ditambah. (sangat) tidak mungkin apabila jumlah kendaraan bermotor bertambah sedangkan luas jalan tidak ikut bertambah. karena (sangat) tidak mungkin untuk kendaraan bermotor untuk "diciutkan" ukurannya untuk dapat memenuhi luas minimum pada jalan raya.
2. tidak adanya solusi global dari industri otomotif untuk memiliki EMPATI terhadap 'keseimbangan' antara keperluan kendaraan dan kebutuhan jalan. memang industri harus tetap berjalan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, tetapi yang (saya lihat) terjadi adalah mereka hanya "menjual" tapi tidak pernah "menyoal" after sales situation. yang ada hanya after sales service. yang penting kendaraan mereka terjual banyak, layanan purna jual memuaskan, dan meraup untung besar. tapi apakah mereka pernah memikirkan berapa jumlah jalan yang diperlukan dengan produksi kendaraan yang mereka hasilkan? atau mungkin mereka "cukup" melimpahkan masalah kebutuhan jalan ini kepada pemerintah?
3. kemudahan yang sangat "TIDAK JALANI". kenapa banyak kendaraan bermotor beredar? bisa jadi (salah satunya) karena kemudahan yang ditawarkan para produsen kendaraan tersebut. bayangkan, Anda bisa mendapatkan sebuah sepeda motor hanya dengan membayar uang DP sejumlah Rp 500.000,- , belum lagi kemudahan-kemudahan kredit yang ditawarkan untuk menarik perhatian konsumen. tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia cukup (bahkan sangat) konsumtif. ada diskon langsung bejubel pengantrinya, ada banting harga langsung diborong agar tidak kehabisan, ada kemudahan cicilan langsung dibeli secara besar-besaran, dan lain sebagainya yang sangat mudah menjadikan seseorang menjadi individu yang konsumtif. dengan kemudahan ini memang segala hal menjadi "MANUSIAWI", tapi jika dikaitkan dengan kendaraan bermotor berarti menjadi "TIDAK JALANI", karena jalan panjang ke depannya kurang (bahkan mungkin tidak) dipikirkan secara matang, strateginya (pasti) selalu berakhir pada "jumlah penjualan yang meningkat".
4. secara perlahan tapi PASTI, sumber bahan bakar minyak akan habis. kebutuhan penggunaan kendaraan bermotor pasti dibarengi dengan penggunaan bahan bakar setiap harinya. sudah banyak produsen yang menelurkan inovasi kendaraan yang ramah lingkungan dan menggunakan bahan bakar alternatif. tapi tidak semua (saya tebalkan TIDAK SEMUA) kendaraan yang beredar (saat ini) menggunakan bahan bakar alternatif tersebut. bisa dikarenakan (1)mahal kendaraannya;(2)kurang (tidak) populer;(3)kurang (tidak) menjual;(4)hal lain. ini juga harus dipikirkan, tapi apa harus menunggu sampai sumber bahan bakar minyak habis, kemudian jumlah pengguna kendaraan berkurang?
5. KURANG peran aktif masyarakat untuk menggunakan transportasi massal, serta kurangnya jumlah dan jenis transportasi massal di Indonesia (khususnya Jakarta). masalah ini seperti tidak ada habisnya dibahas, padahal banyak macam moda transportasi umum yang ada di Jakarta. bis umum,kereta api listrik,taksi,dlsb. belum lagi jenis transportasi umum yang baru, transjakarta. hal ini belum juga menarik minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi kepada kendaraan massal ini, dan ini pun banyak penyebabnya (yang akan dijabarkan kemudian).
Kalaupun masih ingin dijabarkan,sebenarnya masih panjang lagi. sepertinya masalah dan masalah saja yang selalu muncul (dimunculkan) secara global. namun, secara parsial, tidak dapat dilepaskan dari peran serta masyarakat ibu kota tercinta untuk menyadari segala hal yang terjadi (dan akan terjadi) dengan kota ini. perubahan perlu dilakukan, salah satunya dimulai dengan kata "SAYA!". sederhana dan mudah diucap, mungkin, tapi kenyataannya akan sulit dan kompleks, pasti.
Saat ini ada segelintir masyarakat yang sadar akan pentingnya "kesadaran" untuk memulai dengan kata "SAYA akan berubah dan merubah kehidupan menjadi lebih baik!". hal tersebut dikaitkan dengan penatnya situasi ibu kota negara kita yang (sudah) semrawut, baik secara tata ruang, lalu lintas, sosial masyarakat, dlsb. bersyukurlah jika Anda satu diantaranya, yang ingin (dan telah) melakukan perubahan untuk menuju Jakarta yang lebih baik. dari pada harus menunggu KESADARAN pemerintah, KEPRIHATINAN produsen, dan NIAT orang lain, mari kita MULAI dari diri sendiri. walaupun dari hal-hal yang kecil dan tidak (dipandang) besar (oleh orang lain), setidaknya kita tidak melulu mengandalkan orang lain untuk berubah terlebih dahulu, melainkan dengan 'mengaca' dan 'mengacu' pada diri sendir, "APA YANG SAYA SUDAH PERBUAT UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN YANG LEBIH BAIK?" tanyakan pada diri anda sendiri, baru boleh anda mencibir orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar